Tentang Salah yang Ku Anggap Benar


Hai apa kabar, lama rasanya tidak kembali.
ruang bercerita yang lama tidak ku singgahi.

Kau tahu? Aku datang karena aku tidak lagi punya pendengar, banyak tawa dan lara yang ingin aku sampaikan, hanya saja baru kali ini bisa untuk ku suarakan. Di dunia ini terlalu ramai, tapi tidak satupun, tidak ada kata damai bahkan pada diriku sekalipun. Mungkin saja setelah disini, perasaan kalut ini lantas pergi. Semoga saja setelah datang aku jadi mengerti arah mana untuk pulang. Ke semestaku yang asli. Dan bukan di sini.

Dari mana aku harus mulai?

Dewasa ini rapuhku semakin menjadi-jadi.
Aku hanya ingin mengeluh mengenai beberapa hal, tentang dunia, tentang manusia, hidup dan tentang bertahan. Aku bersyukur karena Tuhan begitu baik, memperkenankan seorang sepertiku untuk tinggal di bumi. Mengenali satu persatu kuasanya yang membuatku takjub dan muak pada masa yang sama.
Tidak, tidak ada yang menyalahkan Tuhan disini. Walau
bagaimanapun Tuhan tetaplah yang terbaik, manusianya saja yang tidak, bahkan diriku sendiri juga tidak.
Dalam kenyataan, terkadang aku menyukai mereka, namun sesekali bahkan seringkali mereka melampaui batasnya. Aku merasa tidak pernah larut bahkan ikut campur pada hidup orang lain. Karena aku tahu betapa menyebalkannya berjalan dan diatur atas ucapan yang bahkan tidak pernah kamu ingin, yang bahkan tak ada kontribusi dalam hidupmu yang bagai angin.
Sekian kali aku membencinya, sekian kali aku bertanya pada diriku; "Punya salah apa aku?".
Karena aku tahu diriku lemah, ku kuatkan ragaku sendiri dengan terus berdoa, semoga kelak semakin cerah, semoga tenang, jaya dan bahagia.

Di beberapa moment terpuruk, ada yang mencoba menenangkan. Kita tak pernah tahu akhir dari sebuah perjalanan. Namun dengannya, banyak harap yang pernah pun telah aku semogakan. Aku tidak bisa menilainya baik, karena aku juga tidak. Yang aku tahu, bersamanya aku lebih mengenal apa itu bahagia, luka, sabar, tawa, lara, wajar, juang dan bertahan. Menyamakan dua kepala dengan kepribadian yang berbeda kadang terasa rumit namun ketika berjalan juga tak begitu sulit. Menurutku dia sangat egois, karena dia pria. Tapi aku lupa, bahwa aku menilainya dari sudut pandang seorang wanita. Jelas karena bentuk salah hanya terletak pada pria (kata yang kaum kami bangga-bangga). Sesekali aku menjadi jahat, menyakiti dan melukai perasaannya yang ku kira akan mudah berlalu dengan sekejap. Ternyata tidak, setelahnya Ia menjadi berbeda, ini murni salahku bukan salahnya. Hari-hari berlalu semua kembali pada fase tenang, kemudian berganti kembali ke fase yang kita berdua tak senang. Berulang-ulang. Satu yang Ia tidak pernah tahu, ketika menuntutnya menjadi seperti inginku, ketika itu juga aku menyakitinya dan menyakiti diriku pada satu waktu. Bahwa apalah arti berubah,kalau yang aku mau hanya terus sama-sama. Semestinya Ia tetap sebagaimana mestinya, biar aku mengajari diriku memaklumi yang kupunya. Kenapa susah sekali membiarkanmu bertindak sesuka hati? Kenapa susah sekali beri percaya lebih padamu dengan segala tindakanmu? Itu karena aku juga egois. Aku lebih egois dibandingmu. Terimakasih telah hadir, semoga kita bisa terus sampai akhir.

Maaf atas semua kata-kata pahit,
Maaf untuk hidup yang sulit,
Maaf jika kamu tersakiti,
Maaf kata yang tidak bisa ku sampaikan secara langsung hari ini,
Maaf untuk maaf yang terus kamu beri, itu berarti
Maaf karena telah ku sayangi.
🌹

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KAMU, BUKAN KAMU YANG AKU MAU (DEPAN BANGKU)

MENIPUKAH AKU....